Rabu, 15 Desember 2010

Lingkungan Pengendapan BatuBara

                                           LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

1   LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

Menurut Diessel (1992) ada beberapa lingkungan pengendapan yang dapat menghasilkan endapan batubara, antara lain:
1.    Gravelly braid plain  dengan sub-lingkunganenvironments: bars, channels, overbank plains, swamps, and raised bogs.
2.    Sandy braid plain dengan sub-environments: bars, channels, overbank plains, swamps, and raised bogs.
3.    Alluvial valley and upper delta plain dengan sub-environments: channels, point bars, flood plains, swamps, fens, and raised bogs.
4.    Lower delta plain dengan sub-environments: delta front, mouth bar, splays, channels, swamps, fans, and marshes.
5.    Back barrier strand plain dengan sub-environments: off-, near-, and backshore, tidal inlets, lagoons, fens, swamps, and marshes.
6.    Estuary dengan sub-environments: channels, tidal flats, fens, and marshes.
 Horne  berdasarkan penelitiannya yang monumental di daerah Missisipi
Lingkungan barrier
Lingkungan ini mempunyai peran penting, yaitu menutup pengaruh oksidasi dari air laut dan mendukung pembentukan gambut di bagian daratan. Kriteria utama mengenal lingkungan barrier adalah pada hubungan lateral dan vertikal dari struktur sedimen dan pengenalan tekstur batupasir. Kearah laut batupasir butirannya menjadi semakin halus dan selang-seling dengan serpih gampingan merah kecoklatan sampai kehijauan.
2   ANALISIS CEKUNGAN BATUBARA
Hampir 70% endapan batubara dunia dijumpai pada basin aktif, terutama pada foreland basins, sedangkan sisanya 30% berada pada cratonic basins. Banyak cekungan batubara mempunyai sejarah yang kompleks sehingga sulit untuk diklasifikasikan.

2.1  Pengertian analisis cekungan batubara
Analisis cekungan batubara berdasarkan bermacam data geologi yang dikumpulkan, dikutip, diperiksa, dianalisis, disintesa, dan ditafsirkan untuk mempelajari proses-proses yang telah berlangsung, sehingga akhirnya diketahui sejarah evolusi (ubahangsur) suatu cekungan batubara. Sejarah geologi ini meliputi tektonik, sedimentologi, diagenesa, geokimia, paleoklimatik, paleontologi, dan proses burial, dimana semuanya dikombinasikan dan diinteraksikan dalam cekungan dari awal hingga sekarang. Dengan kata lain, analisis cekungan batubara meliputi beberapa fase dari suatu kegiatan yang memerlukan berbagai sub disiplin ilmu geologi dan merupakan proses yang berkelanjutan.

Analisis cekungan batubara memerlukan skala peta yang bermacam-macam, informasi aktual yang selalu berkembang, dan studi regional untuk lebih menunjang secara lebih spesifik daerah kajian. Langkah awal dari analisis cekungan batubara adalah identifikasi cekungan, data apa saja yang masih terbatas, mengkompilasikan data struktur, tektonik, dan tekanan rejim temperatur. Penyempurnaan dari setiap tahap kerja adalah untuk memulai fase berikutnya.

Analisis cekungan batubara adalah alat untuk menentukan secara lebih sempurna konsep batubara sebagai batuan sedimen, sebagai sistem geokimia, dan sebagai endapan organik dengan asosiasi batuannya.
                
2.2  Sasaran analisis cekungan batubara
Analisis cekungan batubara mempunyai kepentingan untuk tujuan keilmuan maupun alasan ekonomi.
Ada beberapa tujuan ilmiah yang ingin diketahui dari suatu analisis cekungan batubara, yaitu:
1.    Genesa endapan batubara berdasarkan ruang dan waktu.
2.    Sebaran endapan batubara berdasarkan ruang dan waktu.
3.    Kendali tektonik dan struktur geologi.
4.    Lingkungan pengendapan fisik dan biologi.
5.    Proses-proses geokimia, biologi, dan fisik.
6.    Kendali allocyclic dan autocyclic.
7.    Kondisi iklim purba.
8.    Proses syngenetik, diagenetik, dan epigenetik.
9.    Klasifikasi endapan batubara berdasarkan penentuan umum, derajat dan jenis batubara, swerta kualitas batubara.

Pada sasaran ekonomi dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
1.    Tahap pertama adalah evaluasi sumberdaya batubara potensial pada suatu cekungan. Evaluasi ekonomi harus berdasarkan pada evaluasi dan analisis secara ilmiah yang melibatkan sejak awal berbagai disiplin untuk bekerjasama dalam proyek analisis cekungan, antara lain ahli geologi, ahli tambang, ahli teknik, manager, ahli pemasaran, ahli ekonomi, dan ahli keuangan, dan disiplin lain yang terkait.
2.    Tahap kedua adalah keterkaitan antara evaluasi cadangan, perencanaan tambang, dan pembangunan tambang. Pada tahap ini, kriteria yang penting adalah:
-       Kedalaman lapisan batubara.
-       Kemenerusan lateral lapisan batubara.
-       Kartakter lapisan penutup.
-       Pengaruh struktur terhadap lapisan batubara.

2.3 Data kritis untuk analisis cekungan
Peta geologi adalah dasar untuk memahami sebaran lapisan batubara dan lapisan pembawa batubara, karena disertai dengan pengeplotan lapisan batubara dan batuan pembawa lapisan batubara sebagai suatu satuan yang khusus. Peta geologi dibuat dalam bermacam skala dan disertai dengan peta-peta lain seperti peta isopach, isolith, ratio map, isocarb, isocal, isovol, isomoist. Isoburden, dll.

Data yang dihimpun adalah data stratigrafi, data lingkungan pengendapan, dan data struktur geologi.

2.4  Data bawah permukaan untuk analisis cekungan
Data geologi bawah permukaan diperoleh dari pemboran dan metode geofisika, keduanya akan saling melengkapi, selanjutnya digunakan untuk pengembangan, pengujian, dan pemodelan dari bermacam hipotesis.
                                               
2.5 Data mineralogi dan petrografi organik
Berdasarkan studi mikroskopik dari berbagai jenis batuan sedimen dan endapan organik. Antara lain studi maceral, paleosoil, dan underclay oleh Cecil dkk. (1985) untuk menentukan jenis rawa. Hunt (1982) melakukan studi hubungan komposisi petrografi, kandungan sulfur, dan lingkungan pengendapannya. Ruppet dkk. (1985) studi karakteristik butiran kuarsa pada batubara untuk menjelaskan asal mula mineral yang berada di dalam batubara.  

2.6 Data geokimia dan petrokimia
Membantu penentuan genesa batubara, seperti kondisi geokimia, sedimentasi, dan evolusi geokimia suatu cekungan batubara.
2.7  Data paleontologi: biostratigrafi dan paleoekologi
Data biostratigrafi berdasarkan flora dan fauna,sedangkan data paleobotani menyajikan kondisi alamiah rawa purba tempat gambut terakumulasi, termasuk lingkungan, iklim sekitar rawa, geokimia rawa, juga bergunja untuk korelasi.
3   PENERAPAN MODEL PENGENDAPAN BATUBARA
3.1  Variasi ketebalan lapisan batubara
Lapisan batubara mempunyai ketebalan yang bervariasi dan kadang pada jarak yang pendek/dekat sekalipun. Faktor utama yang menyebabkan variasi ini adalah kondisi cekungan dan lingkungan pengendapan tempat terbentuknya batubara tersebut. Selain itu, juga faktor proses-proses geologi yang berlangsung setelah pengendapan batubara, sepertiu terobosan batuan beku dan erosi (Gambar 6.1).

Menurut Horne (1978), berdasarkan kendali lingkungan pengendapannya, maka lingkungan back barrier dan lower delta plain cenderung tipis lapisan batubaranya. Sebaliknya pada lingkungan transtional lower delta plain dan upper delta plain-fluvial, lapisan batubaranya relatif tebal. Pemahaman ini dapat dipergunakan untuk standard perencanaan dan program eksplora

3.2   Pola sebaran dan kemenerusan lapisan batubara
Pada lingkungan back barrier, batubara yang terbentuk bentuknya memanjang, berorientasi sejajar arah sistem penghalang dan seringkali sejajar dengan jurus perlapisan. Bentuk perlapisan batubara mungkin berubah sebagian oleh aktivitas tidal channel pada post depositional atau besamaan dengan proses sedimentasi.

Lingkungan lower delta plain, rawa-rawa di dalam sungai yang di dominasi oleh endapan lower delta plain berkembang di atas tanggul-tanggul sepanjang penyebaran channel. Split terjadi pada lapisan batubara oleh sejumlah endapan creavase splay. Sebaran lapisan batubara cenderung menerus sepanjang jurus pengendapan, tetapi juga dapat tidak sejajar jurus pengendapan karena batubara digantikan tempatnya oleh material bay-fill secara interdistribusi

Lingkungan transtional lower delta plain ditandai oleh perkembangan rawa yang ekstensif. Lapisan batubara tersebar meluas dengan kecenderungan agak memanjang sejajar dengan jurus pengendapan. Split juga berkembang di daerah dekat channel kontemporer dan oleh washout yang disebabkan aktivitas channel subsekuen.

Lingkungan upper delta plain-fluvial, lapisan batubara terbentuk sebagai tubuh-tubuh pod-shaped pada bagian bawah dari dataran limpah banjir yang berbatasan dengan channel sungai bermeander. Lapisan batubaranya cenderung sejajar dengan kemiringan pengendapan, tetapi sedikit yang menerus atau lapisannya tebal tetapi dengan jarak sebaran yang relatif pendek dengan sejumlah split yang berkembang dalam hubungannya dengan endapan tanggul yang kontemporer.
6.3.3   Kondisi roof (lapisan atap)
Kondisi roof tergantung dari hubungan antar jenis batuan, struktur yang terbentuk saat pengendapan, kompaksi pada awal setelah pengendapan, dan terakhir tektronik. Jenis batuan dapat memberikan cara yang berbeda di dalam proses penambangannya.
6.3.4   Kandungan sulfur pada batubara
Sulfur di dalam lapisan batubara dibentuk oleh bakteri pereduksi sulfat di dalam peat yang basah. Kadar sulfat di dalam air laut lebih banyak daripada di dalam air tawar (sungai), sehingga kadar pirit atau sulfur akan naik apabila peat tergenang oleh air laut atau penambahan sulfur akan lebih banyak terjadi pada batubara yang di atasnya berasosiasi dengan kondisi marin. Oleh karena itu, kadar dan distribusi sulfur lebih dipengaruhi oleh lingkungan setelah pembentukan batubara daripada lingkungan pada saat pembentukan. Mineral pirit, khususnya yang berbentuk framboidal banyak melimpah pada lapisan batubara yang ditutupi secara langsung oleh lapisan marin (William & Keith, 1963). Oleh karena itu, lapisan batubara yang terakumulasi pada daerah-daerah yang dipengaruhi oleh air laut (kondisi marin) atau air payau, maka akan mengandung pirit framboidal, seperti back barrier dan lower delta plain. Dari hasil penelitian, sulfur pirit bentuk framboidal dihasilkan oleh pengurangan sulfur oleh mikroba organisme yang dijumpai di lingkungan marin hingga air payau.

Menurut Caruccio et al (1977), ada empat bentuk pirit pada batubara (Gb. 6.1):
1.     Kandungan sulfur yang hadir sebagai markasit atau pirit terjadi dalam bentuk butiran euhedral dan berbutir kasar (> 25 mikron).
2.     Menggantikan material asli tumbuhan (replacement).
3.     Berupa lembaran (platy) yang mengisi cleat.
4.     Framboidal pirit.
                                                                                               
Dari keempat macam di atas, maka bentuk framboidal yang paling cepat mengalami dekomposisi, sehingga menimbulkan air asam tambang pada kegiatan penirisan tambang. Terlebih bila tidak mengandung material karbonat. Bila menyebar di dalam batubara, maka tidak dapat dipisahkan pada uji pencucian yang menggunakan larutan dengan berat jenis 1,5.

Mansfield & Spackman (1968) menseleksi batubara bituminous di barat Pennsylvania, ternyata batubara di bawah pengaruh air laut mempunyai kandungan sulfur lebih tinggi dibanding yang di air tawar.

Kandungan sulfur di dalam batubara terdiri dari:
1.     Sulfur sulfat, biasanya kurang dari 0,05% dan berasal dari abu atau dari bahan sulfat batubara. Apabila terdapat pada cleat, dapat dihilangkan dengan pencucian.
2.     Sulfur pirit, muncul sebagai markasit atau pirit. Markasit diendapkan bersamaan atau seumur dengan pembentukan batubara dan memiliki ukuran antara 0,5-40 mm.
3.     Sulfur organik terikat secara kimia pada struktur molekul hidrokarbon pada struktur batubara dan tidak dapat dipisahkan.

Oleh karena itu, apabila kandungan sulfur batubara tinggi, maka pengetahuan mengenai sebaran sulfur melalui lapisan batubara dan bentuk sulfur akan sangat membantu di dalam menilai aspek ekonomis (pemasaran) batubara.

Kandungan sulfur menjadi perhatian penting di dalam kegiatan eksplorasi sampai pemanfaatannya (terutama untuk PLTU dan pabrik semen) karena mengganggu lingkungan akibat emisi gas SOX dan gas lainnya seperti NOX, CO, CO2, dan abu. Selama proses pembakaran hampir semua unsur dalam batubara diubah menjadi bentuk oksida untuk menghasilkan energi yang maksimal, pada belerang sebagian besar menjadi SOX dan sebagian kecil menjadi SO3










Tidak ada komentar:

Posting Komentar